MANGGUMEDIA.COM - Ditengah proses groundbreaking IKN beberapa waktu lalu, sebuah konflik di salah satu wilayah barat Indonesia mengalami pergolakan konflik sosial, yaitu pulau Rempang. Pulau yang berada di wilayah pemerintahan kota Batam, provinsi Kepulauan Riau ini merupakan pulau terbesar kedua yang dihubungkan oleh enam buah jembatan Barelang. Setelah menyimpulkan dari beberapa sumber berbeda, penyebab utama konflik di Rempang adalah penggusuran pemukiman oleh pemerintah untuk kepentingan investasi asing. Bagaimana cerita yang sebenarnya?
Tiba-tiba ingin kembali digunakan
untuk usaha
Konflik
dipicu oleh keinginan pemerintah melaksanakan Proyek Strategis Nasional (PSN)
dan menargetkan pulanu rempang memiliki pabrik kaca. PT Mufakat Express Grup
(MEG) yang merupakan perusahaan kontraktor berhasil meyakinkan investor asal
Tiongkok yaitu Xinyi Internasional Investement Limited dengan nilai investasi
mencpai 174 Triliun. Kehadiran investor dari negeri tirai bambu itu menambah suasana
yang sensitif terhadap isu ras Tiongkok. Sudah menjadi hal umum bahawa banyaknya
masyarakat yang sebenarnya kurang setuju kalau China terus-terusan menjadi
investor di Indonesia. Yang paling menyakitkan untuk masyarakat sekitar,
kontrak kerjanya memiliki jangka waktu yang lama sampai 2080.
Dampak Eksekusi Rumah Tinggal Terhadap Pendidikan Anak yang diterbitkan Penerbit Manggu mengupas konsep dan esensi pendidikan, eksekusi lahan, minat belajar dan sekolah, prestasi belajar siswa, serta dampak eksekusi rumah tinggal terhadap anak.
Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menciptakan lingkungan belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi diri secara aktif, termasuk kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan. Konsep dan hakikat pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi setiap individu, terutama anak-anak, untuk membentuk karakter mereka. |
Penggusuran secara paksa
Kebijakan
ini sangat terasa tidak memiliki nalar manusiawi. Pasalnya, relokasi dilakukan
dengan cara paksa. Data terakhir menyebutkan sebanyak 16 kampung adat melayu di pulau Rempang menolak begitu keras pembangunan proyek investasi pabrik kaca dan
program Rempang Eco City tersebut. Dari informasi yang diperoleh, masyarakat
asli yang telah tinggal di Pulau Rempang tersebut telah menetap secara turun
temurun sejak tahun 1834.
Arogansi dari rezim sekarang
Beberapa
pejabat seperti menteri menko marvest,
Luhut Binsar Panjaitan hingga Jendral TNI saat ini yaitu Yugo Margono
terlalu remeh memandang masalah ini. Beberapa pernyataannya malah menyayat hari
masyarakat di kawasan Rempang. Pernyataan panglima tentang ‘piting’ juga telah membuat
rakyat Indonesia geram dengan kondisi pemerintahan sekarang. Semakin terlihat
arogansi yang dimiliki para petinggi yang 2024 nanti semoga terganti dengan
orang-orang yang lebih baik lagi.
0 Komentar